وَلَوْ ابْتَلَعَ رِيْقَهُ مُتَنَجِّساً ـ كَمَنْ دَمِيَتْ لِثَتُهٌ، وَلَمْ يَغْسِلْ فَمَّهُ، وَإِنِ ابْيَضَّ رِيْقُهُ ـ اَفْطَرَ
Artinya: “Apabila seseorang menelan air liurnya yang mutanajjis (seperti air liur yang bercampur dengan darah yang keluar dari gusi) maka puasanya menjadi batal.”
Meski begitu, apabila seorang muslim mendapat cobaan berupa gusi berdarah hingga bercampur dengan ludah dan tertelan, maka hal tersebut tidak membatalkan puasa. Hal tersebut lantaran sulit dihindari, seperti yang dijelaskan dalam kitab Fathul Mu’in.
وَيَظْهَرُ الْعَفْوُ عَمَّنْ اُبْتُلِيَ بِدَمِّ لِثَتِهِ بِحَيْثُ لَا يُمْكِنُهُ الْاِحْتِرَازُ عَنْهُ
Artinya: “Terdapat keringanan (tidak sampai membatalkan puasa) bagi seseorang yang sedang mendapat cobaan berupa gusi yang selalu berdarah sehingga hal tersebut tidak dapat dihindari.”
وَالْمُرَادُ بِالِابْتِلَاءِ بِذَلِكَ أَنْ يَكْثُرَ وُجُودُهُ بِحَيْثُ يَقِلُّ خُلُوُّهُ عَنْهُ
Artinya: “Adapun yang dimaksud dengan “ibtila’” adalah suatu kondisi yang selalu ada dan sulit menghilangkannya.”
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa menelan ludah yan bercampur dengan darah dari gusi dapat membatalkan puasa. Meski begitu, hukum tersebut tidak berlaku bagi seseorang yang mendapat cobaan yakni gusi sering berdarah dan sulit untuk menghindarinya.