Menentang Kudeta 125 Ribu Guru di Myanmar Diskors

- 24 Mei 2021, 14:39 WIB
Aksi demonstran menentang kudeta Militer di Myanmar
Aksi demonstran menentang kudeta Militer di Myanmar /Udn

WartaSidoarjo.com - Sudah lebih dari 4 bulan sejak militer Myanmar melancarkan kudeta untuk merebut kekuasaan. Banyak orang melakukan pemogokan dan kelas untuk mengungkapkan ketidakpuasan mereka yang kuat.

Federasi Guru Myanmar baru-baru ini menyatakan bahwa militer telah menangguhkan lebih dari 125.000 tugas guru karena mereka berpartisipasi dalam protes sipil menentang kudeta militer pada bulan Februari.

Seorang pejabat yang menolak disebutkan namanya karena takut akan pembalasan menunjukkan bahwa pada 22 Mei, total 125.900 guru sekolah telah diskors.

Baca Juga: Gagal Investasi, Seorang Pria Tabrak Pejalan Kaki Hingga Tewas

Anggota serikat guru ini mengungkapkan, ada yang memberitahunya bahwa jika mereka kembali ke sekolah untuk melanjutkan mengajar, semua tuduhan terhadap mereka akan dibatalkan.

 

Oleh karena itu, banyak orang juga percaya bahwa skorsing hanya salah satu cara untuk mengancam para guru tersebut untuk kembali bekerja, dan tidak benar-benar memecat mereka, karena jika begitu banyak orang yang benar-benar dipecat, sistem pendidikan di Myanmar akan "berhenti berfungsi.


Juru bicara pemerintah militer atau Kementerian Pendidikan Myanmar belum menanggapi insiden ini. Media pemerintah Myanmar telah meminta para guru dan siswa untuk kembali ke kampus dan memulai kembali sistem pendidikan.

 

Sebuah kudeta militer terjadi di Myanmar pada tanggal 1 Februari. Aung San Suu Kyi, penasihat dan pemimpin substantif, ditangkap.

Baca Juga: 867 Kasus Covid di Pasar Thailand, Bersumber dari Pintu Toilet Umum

Sejak itu, negara itu mengalami kekacauan. Departemen medis, lembaga publik, dan perusahaan swasta telah menggunakan pemogokan untuk menentang pemerintah militer, dan sekolah juga menanggapi.

 

Menurut Persatuan Guru Myanmar, sekitar 19.500 karyawan universitas juga telah diskors.Banyak orang tua lokal di Myanmar tidak ingin anak-anak mereka mengenyam pendidikan di bawah kediktatoran pemerintah militer.

 

Mereka berencana mencegah anak-anak mereka kembali ke sekolah. Beberapa bahkan dengan jelas menyatakan bahwa "Saya akan kembali ke sekolah hanya setelah demokrasi pulih". ***

Editor: Nurmawati Ikromah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah