Boikot Produk Terafiliasi Israel Tak Terbendung, Sebagian Perusahaan Mengaku Terdampak

- 25 Maret 2024, 20:07 WIB
Masyarakat ramai ramai boikot produk pro Israel dan beralih ke produk lokal
Masyarakat ramai ramai boikot produk pro Israel dan beralih ke produk lokal /Instagram/@imaansworldx

Wartasidoarjo.com - Pemegang merek multinasional di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia dan Malaysia, mengerahkan segala upaya dan strategi demi membantah produk mereka terafiliasi dengan zionis Israel. 

Namun, laju gerakan boikot konsumen Muslim sebagai protes atas pembersihan etnis yang dilakukan militer Israel di Gaza, Palestina, bukannya surut, malah makin gencar menghantam merek-merek global tersebut, khususnya tiga merek besar: McDonald’s, Starbucks dan Danone.

Belakangan, aksi boikot massal ini juga digelorakan via aplikasi pesan instan (chatting) paling popular WhatsApp.

“Ini bukanlah boikot langsung, melainkan perasaan tidak senang yang mendalam terhadap Israel,” kata Putra Kelana di Medan, Sumatera Utara, kepada Al Jazeera, tentang alasannya memboikot produk makanan siap saji global, McDonald’s (20/3). 

Kelana  bersama keluarga dan teman-temannya telah melakukan boikot terhadap McDonald’s sejak Oktober 2023, ketika McDonald’s Israel menyumbangkan ribuan makanan gratis kepada militer Israel di tengah pengeboman masif di Gaza.

“Jika saya bisa pergi ke Gaza untuk membantu melawan pasukan Israel, saya akan melakukannya. Muslim dibunuh oleh Israel setiap hari. Karena saya tidak bisa pergi ke sana secara langsung, yang terbaik adalah menunjukkan dukungan saya dengan tidak menggunakan produk-produk yang berafiliasi dengan Israel.”jelasnya

Kelana, yang bergabung dalam grup WhatsApp di mana anggotanya secara berkala memposting daftar produk yang harus dihindari, juga telah berhenti minum air minum Danone Aqua, terutama  setelah  maraknya pemberitaan bahwa produsen Prancis, Danone, berinvestasi di beberapa perusahaan dan startup Israel.

Danone Indonesia, yang mengoperasikan 25 pabrik dengan 13.000 karyawan di Indonesia, tentu saja berupaya keras membantah adanya “hubungan atau keterlibatan dalam pandangan politik” terkait dengan genosida di Gaza, dan tahun lalu mengumumkan telah ikut menyumbang bantuan ke Palestina.  

Upaya pembelaan diri seperti ini di Indonesia secara sinis disebut dengan istilah “Palestina Washing”.

Di seluruh Asia Tenggara, seruan untuk memboikot produk yang dianggap memiliki hubungan dengan Israel telah berdampak pada tergerusnya keuntungan merek-merek besar global.

Merek-merek lain yang terkena dampak boikot termasuk Unilever dan waralaba kopi Starbucks.

Unilever, yang memproduksi sabun Dove, es krim Ben & Jerry’s, dan kaldu berbentuk kubus Knorr, mengatakan pada Februari, bahwa penjualan di Indonesia anjlok dua digit selama kuartal keempat tahun lalu.  

Isna Sari, seorang ibu rumah tangga di Medan, mengatakan bahwa dia telah mengubah daftar belanja mingguannya sejak awal penghancuran Gaza oleh Israel, termasuk meninggalkan cairan pencuci piring Sunlight, yang dimiliki oleh Unilever, dan berpindah ke  merek lokal Mama Lemon.

“Saya juga mulai membeli pasta gigi Ciptadent daripada Pepsodent, yang juga dimiliki oleh Unilever,” kata dia kepada Al Jazeera. “Selain produk-produk tersebut bukan pendukung Israel, harganya juga lebih murah.”katanya.

Bahkan jelang bulan Ramadhan, pasca keluarnya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No 83/2023,  gerakan boikot konsumen Muslim juga makin diperkuat dengan dukungan MUI  melalui deklarasi berupa  instruksi atau “Irsyadat Majelis Ulama Indonesia”, di Gedung MUI, Jakarta (10/03). 

Salah satu dari lima poin instruksi MUI itu secara tegas, “Menyeru umat Islam agar mulai bulan Ramadhan ini untuk tidak menggunakan lagi produk yang diproduksi oleh perusahaan yang terafiliasi dengan penjajah Israel dan pendukungnya, seperti produk kebutuhan konsumsi sahur, berbuka puasa, dan barang hantaran Lebaran (hampers) maupun produk-produk lainnya.”.

Editor: Husni Habib


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x